Aspek-aspek
perkembangan pada masa remaja
·
Perkembangan
fisik
Yang
dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak,
kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001).
Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi
reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya
adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan.
Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan
kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
·
Perkembangan
Kognitif
Menurut
Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia
karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja
secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan
tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja
sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding
ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja
tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu
mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan
kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,
berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan
bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari
struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk
eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut
tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia
& Olds, 2001).
Tahap
formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir
secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual,
serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal
remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu
menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan
seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja
berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang
masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada
masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan
konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat
membahayakan dirinya.
Pada tahap
ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka
sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan
kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang
remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir
sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai
suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu
bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya
ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme
(Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di
sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain”
(Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia
& Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme
yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal
fabel adalah "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri
mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar" . Kata
fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan
tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri
seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang
diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta
sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan
“personal fable” sebagai berikut :
“Personal
fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh
hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive]
oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari
bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin
hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria
berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat
mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs]
berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap
bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat
Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan
bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri,
merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang
dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja
biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka
dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami
bahaya itu.
Beyth-Marom,
dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa
memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya
derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi
self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku
berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom,
dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.
·
Perkembangan
kepribadian dan social
Yang
dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu
berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan
perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia
& Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja
adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri
adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup
(Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan
sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang
tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak,
remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah,
ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds,
2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah
besar.
Pada diri
remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.
Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk
menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku
banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok
teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang
remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et
al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds
(2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi
utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya
hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai
bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan
sebagainya (Conger, 1991).
Ciri-ciri
Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja
terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa
perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1.
Peningkatan
emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan
sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari
perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi
kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam
kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan
dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak
lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung
jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya
waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa
kuliah.
2.
Perubahan
yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang
perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka
sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal
seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan
eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3.
Perubahan
dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa
remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak
digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka
remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang
lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja
tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,
tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4.
Perubahan
nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi
kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5.
Kebanyakan
remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi
mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung
jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka
sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Tugas
perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa
(1991) antara lain :
·
memperluas
hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan
sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
·
memperoleh
peranan sosial
·
menerima
kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
·
memperoleh
kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
·
mencapai
kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
·
memilih
dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
·
mempersiapkan
diri dalam pembentukan keluarga
·
membentuk
sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001)
mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity
confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial
yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas
diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of
self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds &
Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk
menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia
akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk
melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat
yang dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar